Hadden dibesarkan dari keluarga Kristen, dan ia adalah telah memutuskan menjadi Kristen sejak lahir. Meskipun dibesarkan dengan ajaran Alkitab, namun ia tidak terlalu mengikuti prinsip-prinsip yang diajarkan.
Hadden layaknya pemuda Inggris kebanyakan, sangat suka bersenang-senang tanpa mengenal batas. Ketika remaja ia mengaku tidak menjalankan agama apa pun, termasuk Kristen. “Saya selalu percaya bahwa Tuhan itu ada,” ujarnya.
Ia meyakini alam semesta ada penciptanya dan manusia tidak bisa menciptakan dirinya sendiri. Ketika terus berusaha berpikir tentang Tuhan dari waktu ke waktu, Hadden selalu terganjal dalam keyakinannya.
Ketika melanjutkan studi ke jenjang universitas, ia bertemu banyak Muslim. Pada saat itu ia dan teman-teman Muslimnya terus bergulat dalam diskusi yang membahas tentang keyakinan. Hadden sangat menikmati diskusi-diskusi tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, Hadden ingin bersikeras memperdalam keagamaannya dan keyakinan Kristennya.
Ketika memasuki tahun terakhir kuliahnya di universitas, Rogger Hadden membuat rencana untuk mereformasi keyakinannya dan menjadi seperti orang tuanya dulu; Kristen taat. Dan ia memutuskan untuk memulai memahami bacaan Alkitab.
Ia memulainya dengan memantapkan konsep Trinitas, yang selalu mengganggu pikirannya. Karena pada waktu itu pemahaman agama Kristennya masih awam, kadang ia cukup bingung untuk berdoa. “Apakah doa saya akan ditujukan kepada Tuhan Bapa atau Yesus,” ujarnya.
Hadden kemudian berbicara dengan beberapa pemuka agama Kristen, untuk mendapatkan penjelasan akan konsep Tritunggal. Namun, tak satu pun dari mereka yang dapat meyakinkan dirinya.
Ia kemudian memutuskan untuk terus membaca dan memahami Alkitab, dengan mencari kebenaran di dalamnya.
“Masalah Trinitas membingungkan saya. Karena mengapa semua Nabi dalam Perjanjian Lama berdoa kepada Tuhan dan melakukan tindakan benar berharap pengampunan Tuhan? Dan tidak ada yang berdoa kepada Yesus?” gusarnya.
Bahkan tidak disebutkan kata ‘Trinitas’ dalam Perjanjian Lama, dan sebagian pemuka Kristen bahkan berpendapat tidak ada dalam Perjanjian Baru. Hadden tahu, Tuhan tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang, jadi pasti ada yang salah dengan ini.
Hadden kemudian berbicara dengan teman-temannya di Universitas. Beberapa mereka beragama Sikh, Katolik, ateis, dan beberapa juga ada yang Muslim. Keingintahuan telah merubah hidup Hadden sepenuhnya, dan ia menemukan jawaban dari sahabat Muslimnya.
Dalam Islam diperintahkan menyembah satu Tuhan, yang tidak memiliki mitra atau partner dengan-Nya. “Saya sangat tertarik dengan konsep ini,” kata Hadden. Namun, Hadden terus membaca Alkitab dan membandingkan sumber-sumber Kristen dengan Alquran dan buku-buku Islam.
Ia menemukan bahwa Muslim percaya Tuhan mengirim pesan kepada umat manusia melalui para nabi yang berbeda sejak Adam, manusia pertama. Dan semua nabi itu hanya percaya pada satu Tuhan, Allah SWT. Dan Muslim juga percaya bahwa akan ada hari perhitungan di akhir dunia nanti, ketika semua orang akan dibangkitkan dan dihakimi.
“Saya menyadari bahwa inilah yang saya percaya. Dan apa saya pikir, seperti inilah Alkitab berkata pada saya,” kata dia. Hadden kemudian mendiskusikan hal-hal tersebut dengan kedua orang tuanya, namun mereka tidak terlalu terkesan.
Beberapa bulan memperoleh karunia dan hidayah Allah, Hadden memantapkan hati untuk menjadi seorang Muslim. Ia pun memutuskan memeluk Islam.
Ia meyakini keputusannya ini adalah langkah yang tepat. “Alhamdulillah, terima kasih Allah,” ujarnya.
Hadden kini mencoba menjadi Muslim sejati dan berusaha membantu orang lain. Hari-harinya diisi dengan ibadah, shalat lima waktu dan tadarus (membaca) Alquran. Teman-teman Hadden di universitas sempat terkejut dengan perubahannya, terutama sejawatnya di kedokteran gigi.
Orang tua Hadden pun marah besar, mereka percaya sang anak sudah dicuci otaknya. Ia ingat ketika pertama kali memberi tahu orang tuanya bahwa ia memilih menjadi seorang Muslim, mereka tidak terlalu terkesan.
Kedua orang tuanya mengatakan langkah Hadden itu adalah “tindakan yang dibenci agama”. Namun, itu tidak menyurutkan langkah sang dokter gigi untuk menjadi pengikut Rasulullah. Beberapa bulan kemudian ia memutuskan bersyahadat.
Walaupun sejak masuk universitas Hadden selalu berjauhan dengan orang tuanya, tetapi ia terus mencoba untuk mengunjungi mereka. Kini, ia merasa hubungan dengan orang tuanya telah membaik. Sebab, berlaku baik kepada mereka (orang tua) adalah perintah Allah dalam Alquran.
“Saat ini saya bekerja sebagai dokter gigi di Inggris. Dan telah menikah dengan seorang wanita Muslimah setahun yang lalu. Dan berkat karunia Allah, kami dianugerahi seorang anak bernama Ismael,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.