Dari balik pagar rumahnya yang tinggi, Yeanny Suryadi mengenal Islam. Ketika itu, Yeanny kecil tinggal di tengah perkampungan Muslim di Bandung. Ia dan keluarganya tinggal di sebuah rumah besar yang mengambil “jarak” dengan masyarakat sekitar.
Dari balik pagar rumahnya, Yeanny yang lahir sebagai Tionghoa dan beragama Buddha bisa melihat bahwa masyarakat Muslim beradaptasi dengan sangat hangat. Mereka mengasihi satu sama lain dan saling menghargai.
“Dari balik pagar, saya melihat banyak anak sedang bebas bermain dan orang-orang dewasa bersilaturahim. Terasa hangat,” ujar perempuan yang kini tinggal di Semarang bersama suami dan kedua putrinya itu.
Semakin dewasa, Yeanny semakin ingin mengenal Islam. Ajaran bagi para perempuan Muslim untuk menutup aurat membuat Yeanny sadar betapa Tuhan yang mereka sembah sangat adil, tidak membedakan umatnya dari status sosial yang mereka miliki atau kesempurnaan fisiknya.
“Mereka menutup seluruh tubuh mereka hingga hanya terlihat wajah mereka. Tidak tampak hartanya, tidak tampak miskinnya, tidak tampak pula sempurna dan cacatnya,” katanya.
Adzan juga kerap kali membius kesadarannya. Bagi perempuan kelahiran 2 September 1980 ini, panggilan salat bagi para Muslim tersebut mampu menenangkan hatinya, terutama saat Maghrib. Saat pindah ke Jakarta, Yeanny semakin aktif mempelajari Islam. “Saya membeli banyak buku tentang Tuhan yang adil itu,” kisahnya.
Dia pun mulai belajar melaksanakan salat dan bersikap seperti seorang Muslim. “Masih salah-salah ketika salat. Saya hanya berpanduan pada buku yang saya punya,” ujarnya.
Pelan-pelan Yeanny mengikrarkan diri sebagai seorang Muslim. Hingga akhirnya, perempuan yang gemar menulis cerita pendek dan puisi ini memutuskan untuk membaca syahadat pada 2005.
Ia mengaku sangat damai setelah menganut Islam. Hidupnya menjadi lebih terarah karena ada tujuan yang pasti, yakni kehidupan di dunia dan akhirat. Dia pun merasa lebih tenang dan tenteram. Sebab, Islam menuntunnya dalam menjalani hidup di dunia.
Bagi Yeanny, ajaran Islam mengatur umatnya dari segala sisi kehidupan. Tak ada yang membingungkan.
Melaksanakan salat untuk pertama kalinya sangat berkesan bagi Yeanny. Awalnya, ia masih sering khawatir apakah gerakan dan bacaan salatnya sudah benar atau belum. “Saat itu saya masih pakai bahasa Indonesia ketika salat,” kisahnya.
Hal berkesan lainnya, ketika dia melaksanakan puasa untuk pertama kalinya. “Menyenangkan, berpuasa itu menahan emosi, itu terasa sekali,” katanya. Meski pertama kali melakukannya, ia bisa berpuasa sebulan penuh saat itu.
Namun, mengubah kebiasaan hidup sebagai seorang Muslim bukan perkara mudah. “Perubahan tidak kayak bunglon. Bentuk hidup yang dibuat sejak kecil tidak mudah diganti begitu saja. Perjalanan menuju Muslim hakiki masih jauh. Saya terus belajar,” ungkapnya.
Beruntung, sang suami banyak membantunya untuk mempelajari Islam lebih jauh. Walau tak berlatar belakang pendidikan filsafat atau keislaman, tetapi suaminya memiliki fondasi Islam yang kuat.
Kepada sang istri yang mualaf, ia memberikan contoh-contoh yang baik. Sang suami pula yang mengajarinya membaca Alquran. “Ia tidak menggurui.”
Diakui Yeanny, tak semua orang terdekatnya mendukung keputusannya menjadi Muslim. Sang ibunda, misalnya, sangat menentang keislamannya. Ia adalah anak bungsu dan diharapkan bisa mengurus kuburan ibunya. Ia pun menjadi harapan sang mami. Sebab, kedua kokonya (kakak) juga masuk Islam walau mereka berjauhan.
Kecaman juga datang dari keluarga ibu Yeanny. Ia ditentang dan diejek oleh keluarga ibunya. “Mereka bilang banyak orang Muslim yang jahat, teroris, atau menjadi gembel,”katanya.
Tetapi, Yeanny berusaha sabar dalam melalui semua cobaan tersebut. “Alhamdulillah, saya bisa melaluinya. Ini berkat kekuatan doa, sabar, dan ikhlas berserah diri.”
Ajarkan Nilai Islam pada Anak
Sebagai seorang ibu, Yeanny berusaha mendorong dan membimbing anak-anaknya agar dapat mengenal Islam dengan baik.
Sejak kecil, kedua putrinya telah dikenalkan dengan nilai-nilai Islam. Kaylsa, putrinya yang kini berumur tujuh tahun pun, dimasukkan ke sekolah Islam agar mendapat pendidikan di lingkungan yang Islami.
“Saya juga sudah membiasakan dia berjilbab sejak kecil. Satu sekolah hanya dia yang berjilbab,” ujarnya.
Menurut dia, tidak sulit untuk membuat sang putri paham tentang pentingnya berjilbab bagi seorang Muslimah. “Alhamdulillah, karena sudah disekolahkan di taman kanak-kanak Islam, jadi fondasi keislamannya cukup bagus. Jadi, gampang membuat dia paham,” katanya.
Yeanny juga mengajarkan pentingnya berpuasa dan berdoa. Ia pun mengajak anak-anaknya untuk mengoleksi buku-buku Islam. Yeanny memang mencurahkan semua waktu dan energinya bagi tumbuh kembang sang anak.
Menurutnya, ia ingin meniru ibundanya yang benar-benar mencurahkan kasih dan sayang dalam membesarkan anak-anaknya. Meski ia dan almarhum sang ibu berbeda agama, tetapi Yeanny selalu mendoakan ibunya. Dia yakin Islam memuliakan seorang ibu dan doa anak saleh bisa membantu ibunya di akhirat.
Selain mengajarkan nilai-nilai Islam kepada anak-anaknya, Yeanny juga terus mencurahkan nilai yang sama dalam setiap cerita pendek dan puisi yang ditulisnya.
Baginya, menulis adalah pekerjaan dengan tanggung jawab besar. Dalam karya-karyanya yang telah dimuat di sejumlah media cetak, Yeanny menunjukkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mahakaya dan pemegang takdir.
Melalui karyanya, Yeanny juga berharap bisa menginpirasi para Muslim untuk meningkatkan keimanan. “ Muslim harus konsisten. Kalau sudah ikrar jadi Muslim maka bersunguh-sungguhlah. Mendalami ilmunya dengan baik dan menjalaninya dengan ikhlas,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.